Mengapa Golput?

Pemilihan kepala daerah maupun kepala negara di Indonesia selalu diwarnai dengan tingkat golput yang cukup tinggi. Ada yang bilang orang-orang yang golput itu tidak ikut memilih calon pemimpinnya karena merasa sudah tidak percaya kepada pemerintah. Ada juga yang mengatakan mereka tidak ikut mencoblos karena kesejahteraan mereka tidak akan naik meskipun pemimpin berganti.

Lalu maksudnya apa?

Apakah dengan tidak memilih itu berarti mereka sudah memperjuangkan masa depan mereka?

Ada golput atau tidak ada golput, pemimpin tetap harus dipilih. Tetap harus ada. Jika pemimpin yang terpilih nantinya memperjuangkan nasib rakyat kecil, mampu memperbaiki nasib mereka, tidakkah orang-orang yang memilih bersikap golput merasa malu karena dulu saat pemilu terlanjur tidak percaya? Dan andai pemimpin yang terpilih tidak mampu memperbaiki nasib rakyat kecil, apakah mereka berhak seenaknya mengoceh dan menuntut pertanggungjawaban, padahal mereka sendiri tidak menggunakan hak pilih yang merupakan hal “wajib” dalam pemilihan umum? 😕

Oke, dalam post ini saya mengambil contoh Pilgub Jawa Timur tanggal 23 Juli 2008 yang lalu. Menurut data KPU, dalam Pilgub Jatim putaran pertama itu sekitar 28% pemilih tidak menyumbangkan suaranya, alias golput. Sudah lebih baik daripada Jawa Tengah, yang menurut informasi Bung Ardianto, sekitar 43 % pemilih tidak menggunakan hak pilihnya. Tapi, tetap saja hal itu merupakan “aib” bagi Indonesia yang sedang berjuang untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis.

Mereka memilih untuk menjadi golput konon karena:

  1. Kuliah/kerja di luar wilayah Jawa Timur
  2. Tidak mengetahui jadwal pemilihan
  3. Bingung memilih siapa
  4. Tidak percaya dengan calon yang ada
  5. Tidak mendapatkan surat panggilan

Coba mari kita bahas satu-persatu:

1. Kuliah/Kerja di Luar Wilayah Jawa Timur

Poin ini bisa kita maklumi. Mereka sudah terikat dengan perguruan tinggi maupun tempat kerja mereka. Bagi mahasiswa, pasti merasa berat jika harus meninggalkan kampus mereka, terutama yang sudah menginjak tahun akhir. Mereka yang sudah kerja pun terikat dengan tempat kerja mereka, pimpinan mereka, tanggung jawab mereka, dan tidak bisa semudah itu mendapatkan ijin pulang kampung untuk mengikuti pilkada.
Apalagi kalau tinggalnya jauh di luar wilayah Jawa Timur, maka “ongkos mudik” akan menimbulkan beban tersendiri.

Permasalahan ini bisa diatasi jika kedua belah pihak (mahasiswa/pekerja dan rektor/pimpinan) paham akan pentingnya pemilihan umum. Sayangnya, masih sedikit yang seperti itu.

2. Tidak Mengetahui Jadwal Pemilihan

Mungkin ini lebih disebabkan kurangnya peranan media atau KPPS dalam memberikan informasi. Masyarakat kurang mendapatkan sosialisasi kapan jadwal mereka memilih pemimpin mereka. Jujur, saya sendiri juga kurang tahu bahwa pilkada dilakukan tanggal 23 Juli 2008. Saya baru mengetahui hal itu setelah melihat debat antarcalon yang ditayangkan di beberapa stasiun TV. 😛

Kalau kita peduli dengan masa depan Jawa Timur pada khususnya dan Indonesia pada umumnya, sebenarnya kita bisa proaktif bertanya kepada orang lain tentang kapan dilaksanakannya pemilihan tadi. Masalahnya, sebagian orang Indonesia termasuk orang-orang yang ingin diberi, bukan memberi. Bagi mereka, meminta, apapun bentuknya, merupakan hal yang “tabu”. Dalam permasalahan ini, yang harus dihilangkan adalah rasa malu untuk bertanya.

3. Bingung Memilih Siapa

Hal ini disebabkan banyak pemilih yang belum mengenal pemimpinnya, selain wajah-wajah yang terpampang di baliho-baliho kampanye. Baliho kampanye, juga iklan di media massa dan televisi, kebanyakan tidak lebih yang berisi kata-kata: “Pokoknya coblos saya!” Tidak banyak memperkenalkan latar belakang calon, terlebih lagi nyaris tidak ada calon yang memaparkan program-programnya dengan jelas.

Padahal kalau mau mencermati, di TPS tersedia poster yang berisi visi, misi, dan janji para calon gubernur. Itu memberikan sedikit gambaran kepada masyarakat tentang apa yang akan dilakukan para calon jika mereka memenangkan pemilihan ini.

4. Tidak Adanya Kepercayaan Terhadap Calon Pemimpin

Ini persoalan yang paling sulit: kepercayaan. Sebagian masyarakat Indonesia saat ini dihinggapi penyakit yang sulit disembuhkan. Penyakit itu bernama ketidakpercayaan terhadap pemimpin. Kalau seperti ini terus, bagaimana Indonesia bisa maju? Bagaimana pemimpin bisa memimpin rakyatnya kalau rakyat tidak menaruh kepercayaan? Bagaimana pemimpin bisa melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka kalau rakyat tidak mau ikut berpartisipasi dalam pembangunan, yang diakibatkan oleh ketidakpercayaan? Para pemimpin juga manusia biasa, bukan manusia super yang bisa menyelesaikan segalanya dalam sekejap mata. 😉

Dalam permasalahan ini, yang harus dihilangkan adalah rasa tidak percaya. Jika kita menganggap calon-calon yang ada tidak memenuhi kriteria pemimpin yang baik, tidak ada yang ideal/sempurna, marilah kita memilih calon pemimpin yang paling sedikit kekurangannya. Dengan demikian, meskipun kurang puas, kita sudah ikut memilih pemimpin kita. Pemimpin yang akan menentukan warna pembangunan di negara kita.

5. Tidak Mendapatkan Surat Panggilan

Permasalahan ini mungkin disebabkan data yang dikumpulkan kurang valid dan tidak diolah terlebih dahulu. Beberapa pemilih mengaku belum mendapatkan surat panggilan memilih hingga hari pemilihan, padahal mereka sudah terdaftar sebagai warga Jawa Timur. Masalah ini merupakan masalah yang sangat serius karena menyangkut hak warga negara untuk mengikuti pemilu.

Penyelesaian kasus ini sebenarnya mudah. Cukup membawa KTP yang merupakan identitas kita dan dokumen-dokumen pelengkap seperti Kartu Susunan Keluarga (KSK) serta dokumen yang menyatakan bahwa kita termasuk warga provinsi tersebut. Masalahnya, banyak yang tidak tahu kalau masalah ini bisa diselesaikan dengan cara di atas. Atau tahu tapi tidak lengkap. Mereka datang ke TPS dengan membawa KTP, tapi tidak membawa KSK. Kalau pemilih tinggal di kota besar seperti Surabaya mungkin bukan masalah, dimana TPS hanya berjarak kurang lebih 200 meter dari rumah. Tinggal pulang sebentar ambil KSK, beres deh. Lha yang tinggal di pedesaan? Jarak TPS bisa lebih dari 1 Km dari rumah.

Hmm…. susah juga ternyata. 😕

*****

Saya harap jumlah golput pada Pilgub Jawa Timur putaran kedua dan Pilpres 2009 bisa berkurang hingga hanya mencapai 5%, bahkan kalau bisa 0%. Terlalu muluk? Mungkin. Tetapi bukan harapan yang mustahil kalau seluruh elemen bangsa ini sadar akan pentingnya partisipasi mereka.

Indonesia hingga saat ini mendapatkan cap-cap yang jelek dari masyarakat dunia. Cukuplah kita dihina seperti itu. Masyarakat Indonesia hanya bisa diam, tidak mengambil tindakan nyata. Orang yang golput pun demikian: tidak memilih, diam, pasif. Mereka hanya berharap, harapan yang tidak disertai dengan perbuatan. Kalau begini terus, kapan Indonesia bisa maju???

Orang berani akan menggunakan hak pilihnya. Orang yang bertanggung jawab akan menggunakan hak pilihnya. Sekarang, apakah Anda orang yang berani? Apakah Anda orang yang bertanggung jawab? Saya cinta negara ini. Saya cinta Indonesia dan saya ingin negara ini semakin maju. Jadi, saya pikir alangkah baiknya jika saya dapat mengajak Anda semua untuk memulainya dari hal yang kecil, hal kecil yang memiliki arti besar: tidak golput. 😀

Source:

Image taken from BBC News


TPC Semarak Agustusan

About Reinhart

Don't wait. The time will never be just right.
This entry was posted in My Galleries, My Thoughts and tagged , , , . Bookmark the permalink.

40 Responses to Mengapa Golput?

  1. Berikut script untuk banner

    Banner oranye:

    <a href=”http://p4ndu3121990.wordpress.com/”><img src=”http://p4ndu3121990.files.wordpress.com/2008/08/berani.jpg”/></a>

    Banner biru:
    <a href=”http://p4ndu3121990.wordpress.com/”><img src=”http://p4ndu3121990.files.wordpress.com/2008/08/berani-biru.jpg”/></a>

  2. aRuL says:

    Sip salut sama sikap pandu 🙂
    gimana sudah mulai kuliah?

  3. Shinte Galeshka says:

    Saya golput-er dari jaman orde baru mas, dan yah saya menolak untuk malu seperti yg mas sampaikan diatas karena sebelum memutuskan golput saya benar2x mencermati kandidat yang ada, sehingga saya tahu bahwa mereka takkan sanggup mengemban amanat yang diberikan.
    Setelah terbukti mereka yang terpilih itu gagal ya saya juga gak akan ribut menuntut pertanggung jawaban mereka karna dari awal saya sudah tahu bhw mereka memang gak akan sanggup – tapi kalo mereka bikin kebijakan yang ngawur saya tetap akan menyuarakan kritik karena ada kepentingan yang lebih besar di situ.
    Selebihnya mungkin saya mencoba buka mata telinga lebar-lebar untuk mengidentifikasi calon kandidat buat pemilihan berikutnya shg saya gak perlu golput lagi.
    Sebenarnya saya juga sayang kalau harus golput tapi saya juga gak mau memaksakan memilih ketika saya tahu bahwa pilihan yang ada tidak akan mampu mengemban amanat yang diberikan.

  4. sora9n says:

    Kalau saya melihatnya, ada satu alasan lagi untuk golput yang belum disebut: yakni karena merasa bahwa tidak ada pilihan yang bagus/bisa dipertanggungjawabkan (seperti yang disinggung di komentar atas saya ^^)

    Misalnya dari 3 calon, saya melihat bahwa empat-empatnya punya kekurangan (misal: yang pertama terlalu modal SARA, yang kedua pernah korupsi, yang ketiga money politics). Kalau misalnya dari tiga calon ini sudah terasa “hawa” nggak enak, untuk memilih juga jadi susah. 😕

    Bisa saja kalau dipaksakan memilih (i.e. yang paling mendingan) — cuma, kalau belakangan si calon berbuat salah, maka kita harus ikut bertanggung jawab. Jika saya nyoblos SBY th 2004, maka saya juga punya andil waktu YouTube diblok tempo hari. 😛

    Intinya di pertanggungjawaban, sih. (o_0)”\

  5. sora9n says:

    ^

    Misalnya dari 3 calon, saya melihat bahwa empat-empatnya punya kekurangan

    Maksudnya “tiga-tiganya”. Sori typo. 😛

  6. kucluk says:

    wew..
    keren awakmu ndu….

    wehehe…

    ngko nyalonno presiden bem yo,.. ben ngerti lapo kok golput

  7. dnial says:

    Menurut beberapa pengamat politik, golput adalah bentuk hukuman, ketidakpercayaan rakyat terhadap proses demokrasi yang mahal dan nggak memberi mereka perubahan, dan kegagalan partai mewujudkan aspirasi mereka.

    Parpol hasil pemilu 2004 gagal menjadi penyalur aspirasi rakyat. Istilahe, “I’ve give you a chance, and you blow it. And know you asking me to vote you?”

    Lihat aja DPRD Jatim, kunjungan kerja bisa kuorum, kalau rapat boro2, terlibat korupsi dll. Itulah perwakilan partai pengusung calon2 gubernur Jatim di DPRD.

    Kalau pendukungnya kayak gitu, apa ada jaminan kalau yang didukung nggak sama bejatnya?

    So golput adalah cara rakyat berkata, “Yeah, rite” pada janji2 politik para calon pemimpin. That’s mean, people are smarter than 4 years ago, now they don’t get fooled easily.

    Itu baru yang pertama.

    Yang kedua, basis dukungan mereka lho pragmatisme partai, bukan idealisme. Artinya partai mendukung calon yang menurut mereka besar kemungkinan menangnya, bukan calon yang idealismenya sama seperti mereka atau calon yang mereka percaya bisa membawa perubahan. Tujuan utamanya? Kekuasaan, bukan perubahan atau rakyat yang sejahtera.

    Yang ketiga, mari kita lihat 2 calon yang tersisa :
    Si Karwo? Not a chance. Orang yang ngehabisin dana kampanye besar dan curi start apa bisa dipercaya?
    Kofifah? Too much politics behind her, lagian platformnya dia nggak stabil. landasan kolaborasi partai yang mendukungnya bersifat pragmatis, dan kohesi mereka bisa pecah sewaktu2 kalau ada perbedaan kepentingan.

    Trus mau pilih siapa?

    Aku sih golput ae…

    *kok panjang ya?*

  8. Singal says:

    Rakyat lelah dan bosan.

  9. syaorannatsume says:

    saya belum berhak memilih. jadi bingung juga ntar gimana,
    yaah.. tapi saya rasa saya ga akan golput. jumlah suara saya yang cuman satu itu ga terlalu berpengaruh untuk 1% pun..

    kalau ga tahu siapa yang mau dipilih,, saya mungkin ikut2 saja.. ikut orang tua, ikut teman2, yang mana yang katanya bagus.. mungkin itu saya coblos. tapi kalo semuanya pada beda pendapat,, oke deh.. pilih sendiri.

    bakal saya pasang deh bannernya! tapi belum cukup umur nih..

  10. @ aRuL
    Kuliah resminya mulai tanggal 25 Agustus. Tapi mulai tanggal 11 Agustus udah ESQ dan hari ini tes EFL.

    @ Shinte Galeshka
    Euh, rasanya kok gimana, ya? Mereka kan belum terpilih, masih sebatas calon, jadi ya wajar kalau kita memiliki keraguan.

    Sanggup atau tidaknya mereka mengemban amanat, itu kembali kepada calon masing-masing. Mereka pasti punya agama, dan amanat merupakan hal yang wajib dijalankan dalam setiap agama. Jika mereka mengabaikannya, ya mereka berdosa. Mungkin terdengar agak kuno, tapi inilah senjata yang paling baik untuk menyerang pemimpin yang tidak mengemban amanat.

    tapi kalo mereka bikin kebijakan yang ngawur saya tetap akan menyuarakan kritik karena ada kepentingan yang lebih besar di situ.

    Bisa tolong kasih contoh kebijakan yang ngawur itu seperti apa? Saya agak kurang paham, nih. :mrgreen:

    Sebenarnya saya juga sayang kalau harus golput tapi saya juga gak mau memaksakan memilih ketika saya tahu bahwa pilihan yang ada tidak akan mampu mengemban amanat yang diberikan.

    Ya… sekarang coba kita bayangkan. Kalau semua calon tidak mampu mengemban amanat, jadinya negara ini tidak ada yang menjalankan, dong. Power Vacuum. Kalau sudah begitu yang susah kita semua, kan? Makanya saya memberi solusi pilihlah calon yang paling sedikit kekurangannya di mata kita. 🙂

    BTW, di MetroTV sekarang ada program The Candidate yang semoga bisa membantu kita “menyelidiki” visi, misi, dan latar belakang para capres menjelang pilpres 2009.

    @ sora9n
    Sebenarnya lebih tepat kalau dikatakan calon yang kurang kompeten. Tapi rasanya hal itu sudah masuk dalam poin ke-4.

    Kalau misalnya dari tiga calon ini sudah terasa “hawa” nggak enak, untuk memilih juga jadi susah. 😕

    Jadi ingat first impression saya terhadap pasangan cagub-cawagub Jatim dengan nomor urut 2. IMO, mereka kok terkesan “tua” dan “lamban”, padahal Jawa Timur membutuhkan penyelesaian yang “cepat”.

    cuma, kalau belakangan si calon berbuat salah, maka kita harus ikut bertanggung jawab. Jika saya nyoblos SBY th 2004, maka saya juga punya andil waktu YouTube diblok tempo hari. 😛

    Ya… kebijakan muncul hanya kalau ada pemicunya, bukan? Pemblokiran YouTube juga begitu. Mungkin karena banyak video porno disana, jadi situs itu diblokir. 🙄

    Walaupun agak terlalu menggeneralisasi, kalau YouTube isinya seperti itu semua. 😛

    @ kucluk
    Presiden BEM? Ah, saya masih kurang kompeten untuk posisi itu saat ini. Saya memilih jadi presiden di blog ini saja. 😛

    @ dnial
    Saya agak kurang setuju dengan golput sebagai bentuk hukuman. Apakah dengan golput hidup mereka akan berubah? Lagipula kalau partai yang mereka dukung dulu gagal mewujudkan aspirasi mereka, ya tinggal membelot ke partai lain. Tinggal pilih kandidat lain.

    Lihat aja DPRD Jatim, kunjungan kerja bisa kuorum, kalau rapat boro2, terlibat korupsi dll. Itulah perwakilan partai pengusung calon2 gubernur Jatim di DPRD.

    Itu sih mereka yang nggak punya malu. Jadi wakil rakyat kok menghianati tuannya? Kok menghianati rakyat? 😆

    Yang kedua, basis dukungan mereka lho pragmatisme partai, bukan idealisme. Artinya partai mendukung calon yang menurut mereka besar kemungkinan menangnya, bukan calon yang idealismenya sama seperti mereka atau calon yang mereka percaya bisa membawa perubahan.

    Tapi saya tetap tidak suka dengan calon yang berkata “Pokoknya™ saya akan memberantas korupsi” atau “Saya pasti™ akan memberikan pendidikan dan pengobatan gratis untuk rakyat kurang mampu” atau “Saya berjanji™ meningkatkan hasil panen hingga 200%.” -__-

    Kok rasanya janji mereka itu terlalu muluk, dan tidak ada step-by-step realisasinya. Lagipula, pendidikan dan pengobatan gratis bagi warga yang kurang mampu bukankah sudah terlaksana? Kenapa sekarang jadi senjata lagi buat kampanye? 😕

    Si Karwo? Not a chance. Orang yang ngehabisin dana kampanye besar dan curi start apa bisa dipercaya?
    Kofifah? Too much politics behind her, lagian platformnya dia nggak stabil. landasan kolaborasi partai yang mendukungnya bersifat pragmatis, dan kohesi mereka bisa pecah sewaktu2 kalau ada perbedaan kepentingan.

    Mungkin benar calon yang curi start diragukan apakah saat kepemimpinannya dia juag berbuat curang. Tapi, let them try. Kalau tetap curang, rakyat bisa menggantinya dengan gubernur yang lebih baik. Bukankah rakyat jauh lebih kuat dan berkuasa daripada gubernur? Gubernur kan termasuk pelayan rakyat.

    Khofifah, meskipun terdengar pragmatis, tapi saya menilai dia sudah punya langkah-langkah pelaksanaan kebijakannya. Kalau gagal atau tidak dilaksanakan, ya tinggal angkat diri dari kursi gubernur. Sekarang, lagipula calon lainnya (saat debat antarcalon) hanya bisa berkata “Pokoknya™” dan “Pasti™”.

    Apa nggak ada kosakata lain yang lebih baik dari dua kata itu? 😕

    @ Singal
    Apa perlu disediakan tukang pijat di tiap TPS supaya nggak lelah dan nggak bosan? :mrgreen:

    @ syaorannatsume
    Jangankan 1%, penghitungan suara itu sampai 0.01%, lho. Nggak ada jaminan suara kita nggak termasuk 0.01% itu. Ikut-ikut sih seharusnya jangan. Tapi daripada golput, mending ikut milih meskipun asal coblos satu calon.

    Silakan dicopy script banner-nya. Kalau nggak keluar gambarnya, silakan komplain lewat komen disini. 🙂

  11. ndöp says:

    @shinte: sampeyan peramal ya?

    saya tak bela-belain pulang ke nganjuk untuk ncoblos..

  12. ndöp says:

    Btw, siapa bilang kita harus tanggung jawab kalo pemimpin yg kita coblos bbuat salah?! ya ndak lah.. ndak ada hubungannya.. kok bisa-bisanya kita ndak bbuat trus kt ikut-ikutan btanggung jwb.
    kita kan mencoblos itu karena memang setuju dg program2nya. jangan dipikir programnya NDAK AKAN BERHASIL! karena sama saja kita tdk mendukung dang tdk mendoakan.. bukannya kbrhasilan itu sudah ada Yg ngatur?

    negeri ini memang krisis POSITIVE THINKING!!

  13. udin says:

    hehehe
    Golput juga pilihan lo……

  14. sora9n says:

    @ p4ndu_454kura®

    Jadi ingat first impression saya terhadap pasangan cagub-cawagub Jatim dengan nomor urut 2.

    Maksud saya bukan cuma satu-dua yang impression-nya jelek, melainkan semuanya. ^^;

    Pada kondisi seperti itu, membuat pilihan yang bertanggung jawab jadi sangat sulit. Sebab tak satu pun yang cocok dengan prinsip dan cara pandang si pemilih. 🙂

    Ya… kebijakan muncul hanya kalau ada pemicunya, bukan? Pemblokiran YouTube juga begitu. Mungkin karena banyak video porno disana, jadi situs itu diblokir. 🙄

    Walaupun agak terlalu menggeneralisasi, kalau YouTube isinya seperti itu semua. 😛

    Setiap kebijakan memang pasti ada pemicunya. Cuma bagaimana pemicu itu disikapi, itu yang menunjukkan kualitas kepemimpinan seseorang.

    Kalau hanya karena satu film Fitna seluruh YouTube diblok, itu juga menunjukkan kualitas pemimpin kita yang sekarang ini. Saya rasa itu terlalu generalisasi, seperti yang Mas Pandu bilang. ^^

    @ ndöp

    Btw, siapa bilang kita harus tanggung jawab kalo pemimpin yg kita coblos bbuat salah?! ya ndak lah.. ndak ada hubungannya.. kok bisa-bisanya kita ndak bbuat trus kt ikut-ikutan btanggung jwb.

    Itu namanya sebab-akibat. Kalau Anda nyoblos, berarti Anda memilih pemimpin untuk masa depan. Coblosan Anda yang bikin dia berkuasa.

    Kalau dia nantinya merugikan negara/daerah, Anda juga punya andil di situ. Lha wong suara Anda yang mengantar dia ke kursi, kok. 🙄

    kita kan mencoblos itu karena memang setuju dg program2nya. jangan dipikir programnya NDAK AKAN BERHASIL! karena sama saja kita tdk mendukung dang tdk mendoakan.. bukannya kbrhasilan itu sudah ada Yg ngatur?

    Memang iya, kita harus menilai dari program yang diajukan kandidat2 ybs.

    Cuma masalahnya, bagaimana kalau para kandidat itu programnya ecek-ecek semua… :mrgreen:

    negeri ini memang krisis POSITIVE THINKING!!

    Positive thinking ada batasnya. Ingat kasus Joko Suprapto? Semua orang bilang supaya positive thinking. Tapi ujungnya… ternyata emang penipu. 😆

    Boleh positive thinking, tapi jangan sampai terbuai dari kenyataan. Itu yang penting. 😉

  15. syaorannatsume says:

    owkey.. siap lapor! bannernya ga muncul.. kenapa yah?

    back to topic.. memang suara kita ga berpengaruh 0.01% pun.. tapi dari pada takut-takut milih.. saya pikir kita coblos yang beda aja. misalnya orangtua milih nomor 1, temen2 milih nomor 1, guru milih nomor 1, tetangga milih nomor 1, rata-rata milih nomor 1.. kita pilih yang presentase ga mungkin menangnya tinggi..

    biar coblos aja.. tapi dia juga ga menang. kalo pemimpin kelaknya jelek juga bukan urusan kita.. kan saya tidak coblos dia? 😆
    *ngawur*

  16. Shinte Galeshka says:

    @ p4ndu_454kura®

    Sanggup atau tidaknya mereka mengemban amanat, itu kembali kepada calon masing-masing. Mereka pasti punya agama, dan amanat merupakan hal yang wajib dijalankan dalam setiap agama. Jika mereka mengabaikannya, ya mereka berdosa. Mungkin terdengar agak kuno, tapi inilah senjata yang paling baik untuk menyerang pemimpin yang tidak mengemban amanat.

    Saya gak terlalu suka membawa agama ke lingkup politik dan pemerintahan sih mas, masalahnya sekalipun benar mereka mengabaikan amanah, trus berdosa ya itu urusan si pemimpin tersebut sama Tuhan, sementara akibat pengabaian amanah tersebut di bumi ini kan masih gak selesai.
    Kuno sih nggak, cuma lingkupnya aja kalo saya pikir gak masuk.

    Bisa tolong kasih contoh kebijakan yang ngawur itu seperti apa? Saya agak kurang paham, nih. :mrgreen:

    Kebijakan ngawur itu misalnya pembiaran terhadap korban lumpur lapindo, pengakuan pemerintah bahwa peristiwa lumpur lapindo tersebut merupakan bencana alam yang harus ditanggung pemerintah, ketidak jelasan arah kebijakan energi, dan yah masih banyak sih yang lain.

    Ya… sekarang coba kita bayangkan. Kalau semua calon tidak mampu mengemban amanat, jadinya negara ini tidak ada yang menjalankan, dong. Power Vacuum. Kalau sudah begitu yang susah kita semua, kan? Makanya saya memberi solusi pilihlah calon yang paling sedikit kekurangannya di mata kita. 🙂

    BTW, di MetroTV sekarang ada program The Candidate yang semoga bisa membantu kita “menyelidiki” visi, misi, dan latar belakang para capres menjelang pilpres 2009.

    Kandidat yang mampu mengemban amanah itu selalu ada koq mas, masalahnya sistem yang ada sekarang sudah dimanipulasi besar-besaran sehingga tidak mampu mengakomodir kandidat-kandidat yang menurut saya bisa membawa perbaikan.

    Acara The Candidate niat sih nonton, tapi kesorean yah saya jadi belum sempet nonton sekalipun tuh. Bisa posting yang minggu kemaren gak pas Fajroel Rachman sama hari ini siapa yang maju?

    @ndöp
    Kalo saya bisa meramal mah mas saya ikut kaya mama loren aja kalee, duitnya banyak.
    Ndak perlu meramal mas, asal kita mau mencermati track record dari mereka yang mau maju, mengamati pernyataan yang mereka keluarkan serta mencari tahu apa saja yang sudah diperbuat oleh para calon-calon itu rasanya kita bisa tahu koq akan jadi pemimpin yang seperti apa mereka itu.

    Btw, siapa bilang kita harus tanggung jawab kalo pemimpin yg kita coblos bbuat salah?! ya ndak lah.. ndak ada hubungannya.. kok bisa-bisanya kita ndak bbuat trus kt ikut-ikutan btanggung jwb.
    kita kan mencoblos itu karena memang setuju dg program2nya. jangan dipikir programnya NDAK AKAN BERHASIL! karena sama saja kita tdk mendukung dang tdk mendoakan.. bukannya kbrhasilan itu sudah ada Yg ngatur?

    negeri ini memang krisis POSITIVE THINKING!!

    Lha piye tho kalo yang nyoblos aja ndak mau ikut tanggung jawab sama pemimpin yang dicoblos berarti yang golput boleh kabur donk mas 😆
    ya gak gitu dong, sekalipun saya gak nyoblos saya tetap akan berusaha untuk bertanggung jawab karena negara ini kan punya semua, ya kayak analogi kapal itulah, kalo kaptennya bikin kapal bocor ya mau gak mau lah semua mesti berusaha nambal baik yang milih atau yang gak milih, ketimbang tenggelam semua?

  17. Shei says:

    saia ndak golput. cuma milih ngasal.
    HAha,.,
    sama sama begonya 😛

  18. atrix_hui says:

    hmm… pertama, saya termasuk golput pada waktu pemilihan GUBSU kemarin alasanya karena yg no.5

    tapi dengan saya tidak memilih pada waktu itu, calon yang ingin saya pilih termasuk yg menang.., kenapa saya merasa ingin pilih karena…, dia tuh promosinya kurang…., gak terlalu banyak di tipi2 promosi buat milih mereka. karena saya beranggapan mereka2 yg pada promosiin sendiri besar2an di tipi2 maupun dijalanan pake poster ukuran “big” itu orang2 yg pada punya duit…, dan pastinya mereka kepikir kalo menang gak mau rugi donk… soalny uda keluar banyak duit buat kampanye.., nahh kalo mereka yg uda kepilih buat menang, pasti kepikiran buat cari kembali modal mereka selama kampanye salah satu carany adalah “KORUPSI” setelah mereka mendapatkan posisi mereka…

    kalo mereka2 yg promosinya dikit…, mungkin karena dana kurang, atau dari keluarga yahh…. ato cukup2anlah…, ntar kalo mrk uda dapet posisinya mungkin mereka akan lebih minim melakukan korupsi, soalnya mereka bisa rasa sendiri rasanya hidup susah, tau penderitaan rakyat lainya., jadi akan sangat minim sekali terjadi hal seperti itu. dan sekarang GUBSU saya tuh orangnya sampe sekarang w pantau *halah* masih menjalankan tugasnya, trs dulu dia tuh orang susah…, n dikenal baik ama warga sekitarnya…
    jadi walaupun golput, tapi calon saya akhirnya menang juga 😀

  19. Script banner sudah saya pindah ke komen saya yang paling atas. 🙂

  20. saKuZo says:

    *ngaco mode : on*

    ah.. selain banyak yang golput, calon gubernur atau walikota akhir-akhir nie artis semua..

    tunggu aja sampe chincha lawrha jadhi gubernur jawa timur *lempar ke jawa timur aja ahh 😛 *

    :mrgreen:

  21. Ardianto says:

    Jah, omongan saya dijadiin referensi…

    Mengenai golput, itu adalah hak mereka. Bila kita mampir ke restoran, dan ternyata tak ada yang sesuai selera kita, kita boleh tidak memesan dan pergi bukan?

  22. syaorannatsume says:

    again.. ga bisa muncul. 🙄
    oh kenapa? saya sendiri agak bingung kenapa gambarnya ga muncul..

    gomen, ngerepotin.. 😐

  23. @ ndöp
    Sebenarnya saya sih kalau nyoblos juga menilai dulu. Program calon ini masuk akal, ndak? Kebijakan calon itu bisa dilaksanakan atau sekedar pemanis politik?
    @ udin
    Iya. Pilihan untuk hancur. 😛
    @ sora9n

    Maksud saya bukan cuma satu-dua yang impression-nya jelek, melainkan semuanya. ^^;

    Uh, kalau semuanya jelek, artinya perlu ada pembenahan dalam mencetak generasi pemimpin yang lebih baik. Jadi pemimpin yang sekarang cuma sebagai alat bantu menuju hal itu.

    Setiap kebijakan memang pasti ada pemicunya. Cuma bagaimana pemicu itu disikapi, itu yang menunjukkan kualitas kepemimpinan seseorang.

    Sekarang seperti permasalahan BBM. Presiden memutuskan untuk menaikkan harga BBM karena harga minyak dunia yang melambung.

    IMO, saya setuju dengan kenaikan itu. Bayangkan, betapa borosnya rakyat Indonesia saat ini. Sepeda motor dimana-mana, polusi meningkat, penggunaan listrik naik. Padahal, semua hal itu berasal dari minyak. Minyak yang menjalankan sepeda motor, minyak yang digunakan dalam pembakaran, minyak yang digunakan untuk membangkitkan listrik.

    Coba kalau setiap orang sadar hal ini. Lebih memilih naik angkot daripada sepeda motor pribadi, dan mengurangi penggunaan listrik yang tidak perlu. Lagipula, rakyat tetap dapat keringanan, kan? Selain itu, dengan dinaikkannya harga BBM, hutang kita ke negara lain bisa dikurangi sedikit demi sedikit.

    Cuma, beberapa dari mereka lebih suka hutang daripada membayar. –a
    @ syaorannatsume
    Sudah saya kirim via e-mail.

    Lha, ya nggak bisa gitu, dong. Pilihan kita kan mencerminkan harapan kita. 😆
    @ Shinte Galeshka

    sementara akibat pengabaian amanah tersebut di bumi ini kan masih gak selesai.

    Ya… kalau di bumi nama baik mereka yang tercemar. Mereka bisa dicopot paksa dari jabatan seperti yang terjadi beberapa hari lalu.

    Kandidat yang mampu mengemban amanah itu selalu ada koq mas, masalahnya sistem yang ada sekarang sudah dimanipulasi besar-besaran sehingga tidak mampu mengakomodir kandidat-kandidat yang menurut saya bisa membawa perbaikan.

    Er… power hunger?
    @ Shei
    Huh… dasar. 😛
    @ atrix_hui

    gak terlalu banyak di tipi2 promosi buat milih mereka. karena saya beranggapan mereka2 yg pada promosiin sendiri besar2an di tipi2 maupun dijalanan pake poster ukuran “big” itu orang2 yg pada punya duit…, dan pastinya mereka kepikir kalo menang gak mau rugi donk

    It’s about money, sis.

    Yah, kondisi setiap orang berbeda-beda, kan? Dan nggak semua mereka yang nggak promosi itu mampu. Di pilgub Jatim kemarin, misalnya, calon keempat yang jarang kampanye, saat debat jawabannya sangat meragukan. Tidak ada kepercayaan diri dan bahkan dari ekspresi wajahnya saja sudah terlihat kepribadiannya.

    kalo mereka2 yg promosinya dikit…, mungkin karena dana kurang, atau dari keluarga yahh…. ato cukup2anlah…, ntar kalo mrk uda dapet posisinya mungkin mereka akan lebih minim melakukan korupsi, soalnya mereka bisa rasa sendiri rasanya hidup susah, tau penderitaan rakyat lainya., jadi akan sangat minim sekali terjadi hal seperti itu.

    Mungkin ya, mungkin tidak.

    Ya, jika dia mengenyam pendidikan yang mengajarkan rasa malu. Seandainya dia berasal dari keluarga yang baik-baik, jiwanya kuat, dia tidak akan terpengaruh barang busuk bernama uang.

    Tidak, jika dia justru haus kekuasaan. Berasal dari keluarga yang tidak mampu bisa menumbuhkan rasa iri. Keinginan untuk berkuasa. Kekuasaan yang tak terbatas. Mereka cenderung melakukan berbagai macam cara untuk menang. Salah satuna mungkin kasus Black Campaign kemarin
    @ saKuZo
    [histeris]
    Chidaaak… jhangan Chincha… Nanthi Jhawa Chimur jhadi khena wabhahh yang chak chercholong. 😥
    [/histeris]
    @ Ardianto
    Tapi emang bener 43%, kan?

    Uh, kalau restoran sih beda. Kita ke sana untuk kepentingan individu. Kalau pemilu untuk kepentingan masyarakat. 😕

  24. aditcenter says:

    Golput????

    Definisi golput ada dua, diantaranya :
    1.) Tidak menggunakan hak suara
    2.) Menggunakan hak suara, tetapi bisa membatalkan suara tersebut
    misal: Nyoblos semua pasangan calon….

    Buat saya, rasa ketidakpercayaan bagi masyarakat itu pasti ada, kenapa? Karena jika kepercayaan yang diberuikan ternyata tidak dijalankan, maka akan timbul ketidakpercayaan

    Dan jika ketidakpercayaan kembali terulang, maka yang terjadi adalah pengkhianatan. Misalnya: Gerakan Separatisme di Ambon,Papua, atau Aceh. Gerakan itu muncul akibat dari rasa tidakpercaya kepada pemerintah tentang kesejahteraan ekonominya.

    Karena rasa tidakpercaya itu berlangsung secara kontinyu, maka terjadilah pengkhianatan.

    Jika dikaitkan tentang Golput atau tidak, sebenarnya bukan wewenang kita untuk mengajak agar tidak golput. Mereka (Calon pemimpin) harusnya sudah menyiapkan strategi kampanye untuk menjaring “Kepercayaan” masyarakat agar tidak golput.

    Kita tidak bisa memaksa mereka untuk tidak Golput. Kenapa? Karena pada dasarnya memilih dan dipilih adalah “HAK” setiap orang. Jika orang tersebut tidak menggunakan “HAK”nya maka tidak akan terjadi Kiamat kok. Namun yang jelas, walaupun mereka tidak menggunakan “HAK” mereka, “KEWAJIBAN” harus tetap mereka jalankan seperti : membayar pajak, mentaati kebijakan/aturan,dsb.

    Nah, masalahnya sekarang adalah banyak masyarakat yang “Tidak mau” menjalankan kewajiban tersebut, alasannya : “NGAPAIN IKUT DIA, PEMILIHAN KEMARIN SAYA TIDAK MILIH KOK..”

    Well…Well… itulah fenomena, biasa terjadi namun sulit untuk digambarkan…. Jujur, saya juga anti dengan yang namanya GOLPUT…!!!!

  25. rei_psycho d' st★r。 says:

    seluruh keluargaku ga nyoblos
    *dihajar mas ndu*

    soalnya, mreka males.
    kudu jaga studio juga.
    kakakku kerja

  26. rei_psycho d' st★r。 says:

    mas ndu ga pengen jadi orang politik ?
    cocok juga.
    tapi korupsinya ga nahan

  27. Komentar saya sebenarnya rada mirip sama komentar awal-awal.. 😕

    Di satu sisi, tindak golput ini sebenarnya saya lihat justru sebagai manifestasi rakyat yang melek politik. Bukannya untuk menunjukkan keraguan atau rasa takut, tapi justru kekecewaan. Bukankah sering ada jargon, “rupanya kita telah salah pilih!” ketika pemimpin yang terpilih terlihat gagal (di luar faktor eksternal)? 😛

    …meskipun di sisi lain golput bisa dibilang seperti wujud apatis rakyat terhadap para calon pemimpin. Hehe, seperti pemilihan ketua umum OSIS ketika saya kelas 3 SMP. :mrgreen:

  28. aziz says:

    selamat ya ndu, juara pertama lomba posting…..

  29. Pingback: Kenapa orang memilih? Sebuah tinjauan terhadap perilaku pemilih dan bagaimana meningkatkan partisipasi rakyat. « Zero Reality

  30. Catshade says:

    Ah, saya suka menyederhanakan logika golput ini dalam analogi yang sederhana (meski mungkin tidak akurat):

    Anda berada dalam sebuah ruangan dengan empat tombol. Di suatu tempat, ada orang yang diikat dalam sebuah kursi listrik. Untuk mengaktifkan kursi listrik itu (dan menghanguskan orangnya), mungkin ada tombol yang harus ditekan di ruangan anda. Untuk melepaskan orang itu dari kursi listriknya, mungkin juga juga tombol yang harus ditekan di ruangan yang sama.

    Anda tidak tahu yang mana dari keempat tombol yang mengaktifkan aliran listrik atau melepaskan orang itu. Mungkin yang A, B, C, atau D. Mungkin keempatnya sama-sama mengalirkan listrik, mungkin juga keempatnya akan melepaskan orang itu, mungkin juga keempatnya tidak berakibat apa-apa. Yang jelas anda diminta untuk memilih satu tombol di antaranya untuk ditekan. Apa yang anda lakukan?

    Secara rasional, anda tentu akan mencari tahu terlebih dahulu. Membuka kotak rangkaiannya dan meneliti tombol mana yang terhubung ke aliran listrik dan mana yang terhubung ke pelepasan orang. Setelah menemukan tombol yang melepaskan orang itu, anda tentu akan menekan tombol yang itu; kalau anda tidak menemukannya sama sekali, anda pasti tidak menekan tombol apapun. Dan kalau ada tombol yang mengaktifkan aliran listrik, anda pasti akan memperingatkan orang lain untuk tidak menekan tombol itu.

    Tapi bagaimana jika anda tidak punya cukup pengetahuan, sarana, dan waktu untuk melakukannya (atau anda memang malas untuk melakukannya)? Maukah anda sedikit berjudi dan menekan satu tombol dengan harapan akan menekan tombol yang benar (melepaskan orang itu)? Untuk dua tipe orang terakhir ini, cara yang paling aman secara moral adalah dengan tidak menekan tombol apapun, meski mungkin orang-orang berikut yang dibawa ke ruangan itu tetap akan menekannya. Bagi mereka, lebih baik mendapat 100% kepastian ‘tidak berbuat apa-apa sama sekali’ daripada 25% (misalnya) kemungkinan ‘menyetrum seseorang hingga mati’.

  31. @ aditcenter
    Nah, itu dia. Masyarakat seolah lepas tangan dengan dalih dia tidak memilih pemimpin itu saat pemilu. Padahal mereka sendiri juga nggak berusaha memperbaiki nasibnya. 😛
    @ rei_psycho d’ st★r。
    Politik? Ah, saya nggak tertarik ama hal-hal itu saat ini.
    @ Xaliber von Reginhild
    Di satu sisi, saya sebenarnya juga kecewa dengan sebagian pemimpin saat ini yang hanya memperhatikan diri sendiri daripada orang lain.

    Tapi saya juga paham bahwa dengan tidak memilih, artinya saya ikut membantu proses runtuhnya negara ini. Saya yakin masih banyak pemimpin yang baik, hanya saat ini belum terekspos dan belum dikenal secara luas. Lihat saja persentasi kepopuleran capres yang mengajukan diri, masih didominasi muka-muka lama.
    @ aziz
    Makasih, ziz…
    @ Catshade
    Dan kalau si ‘eksekutor’ itu tetap diam, dia membuang kesempatan menyelamatkan orang yang duduk di kursi listrik, yang berarti dia ikut memberikan teror kepada si ‘terpidana’.

    Those who fear to fail never succeed, right? 😉

  32. K. geddoe says:

    Dan kalau si ‘eksekutor’ itu tetap diam, dia membuang kesempatan menyelamatkan orang yang duduk di kursi listrik, yang berarti dia ikut memberikan teror kepada si ‘terpidana’.

    Pertama, saya kok malah yakin si terpidana lebih memilih supaya si “eksekutor” tidak bertindak sembrono. 😀

    Kedua, jangan jadi memperdebatkan analoginya, sebab analogi hanya proyeksi dari kasus sebenarnya.

    Ketiga, saya bingung dengan sikap anti-golput yang ada. Golput karena malas atau sok anarkis mungkin tidak terpuji, tapi kalau memang tidak tahu mana yang mesti dipilih, golput adalah suatu kejujuran. Ingat, pemilu jangan sampai jadi perjudian; memilih calon jangan jadi seperti memilih nomor taruhan. 😐 Jadi “kalau tidak tahu, pilih saja salah satu” itu menurut saya luar biasa sekali, sebab meng-encourage perjudian nasib bangsa.

  33. fantasyforever says:

    Gw setuju sama yang nomer 4 nih. Gw kagak milih soalnya juga kenak itu. Gimana yah.. Bukannya ga maw milih. tapi dari dulu sampe sekarang belum ada bukti fakta kalo ganti pemimpin bisa naik kesejahteraan rakyat itu (jadi pusing sendiri kalo dipikiri :mrgreen: ).

  34. Dwi of Today says:

    Menarik sekali artikel anda tentang Golput.. Kalo boleh tau mas.. saya boleh tau gak resensinya artikel Golput ini dari mana..? apakah ada tesk book yang mengulas lebih jauh ttg golput itu sendiri.. Kalo ada fenomenanya diluar negri ada gak yacch..?

    Ditunggu balasannya ke email saya.. Terima Kasih

  35. @ K. geddoe
    Pertama; saya jadi ingat si kucing. Mungkin ‘eksekutor’ pertama tidak menekan tombol apapun, begitu juga dengan yang kedua. Tapi entah orang keberapa yang nantinya akan menekannya. Hingga ada yang menekan tombol itu, si ‘terpidana’ berada dalam keadaan hidup ATAU mati.


    Meskipun cara ini termasuk perjudian nasib bangsa.

    Kedua; saya hanya berusaha mencari celah di komentarnya mas Catshade. Dan, saya rasa, justru itu yang sering kita kampanyekan, bukan? Shot the message, not the messenger. Tapi nggak tahu juga kalau bukan itu yang kopral maksud. 😛

    Dan lagi, saya menganggap sang ‘terpidana’ adalah negara ini dan sang ‘eksekutor’ adalah si pemilih. Semoga itu yang dimaksud mas Catshade.

    Ketiga; mungkin agak sama dengan jawaban pertama. Berjudi dengan nasib hingga saat yang tidak ditentukan. Jika pilihan kita tepat, kita bisa menyelamatkan negara ini. Tapi bila pilihan kita salah, maka kita ‘membunuh’ negara ini.

    Maka dari itu, saya sarankan cermati baik-baik calon pemimpin yang tersedia. Sudah banyak kok program di TV yang mengulas tentang para calon presiden maupun gubernur mulai dari latar belakang, pendidikan, prestasi, visi, misi, dan kontrak politiknya. 🙂
    @ fantasyforever
    Bagaimana dengan era Habibie? Saat dia jadi presiden kesejahteraan rakyat naik, tuh. Walaupun nggak bisa dibilang drastis.
    @ Dwi of Today
    Saya nggak ngambil resensi dari manapun. Ini murni pemikiran dan keprihatinan saya atas maraknya kasus golput di Indonesia. Textbook-nya sendiri, saya yakin, banyak yang beredar di internet. Cukup ketikkan apa yang kita mau pada mesin pencari, misal dengan kata kunci definisi golput, penyebab golput, dan lain-lain.

    Fenomena golput, menurut pendapat saya, hampir semua negara mengalaminya. Jadi bukan hanya Indonesia yang mengalaminya.

  36. Golputer says:

    Alasan saya kenapa Golput :
    1. Golput adalah sebuah pilihan, memilih untuk tidak memilih itu merupakan pilihan yang sah, dan itu juga salah satu sikap 🙂
    Pilihan untuk hancur ? Nyoblos ato Golput itu berpeluang sama dalam kehancuran negeri ini.

    2. Saya tidak melihat ada pilihan yang lebih bagus dari pada Golput, bagaimana jika pilihan yang saya lihat itu semuanya adalah salah.

    3. Golput juga merupakan sebuah suara, suara agar para pemimpin itu sadar bahwa hanya segelintir orang yang memilih dia, dan dia juga bertanggung jawab atas semua rakyat baik yang memilih atau tidak

    Penyambung lidah rakyat itu seharusnya tidak pernah mencemaskan rakyatnya akan memilih dia atau tidak, karena dia masih bisa memberikan sumbangsihnya terhadap negeri ini tanpa harus dipilih rakyatnya, rakyat kita tidak terlalu bodoh untuk melihat pemimpin yang demikian, tapi sayang sampai saat ini saya belum melihatnya.

    Mengutip ucapan salah satu mantan yang pernah terpililh jadi pemimpin negara ini:”Orang golput tidak boleh menjadi WNI.

    hahahaha…

    Apakah mereka tidak punya cermin, hingga tidak bisa berkaca kenapa bisa golput, bukankah rakyat Indonesia ini sudah memberikan seluruh kepercayaannya berkali-kali kepada mereka-mereka ini. seharusnya para elit politik, pemimpin partai dan pejabat mawas diri bahwa ternyata kepercayaan masyarakat kepada mereka semakin menurun. Ingat tidak cuma satu kali rakyat ini dikhianati para pemimpin mereka. Jadi jangan salahkann para rakyat yang golput dan menganggap bahwa Golput itu tidak berani, tidak mempunyai sikap dsb 🙂

  37. Shinsi says:

    Benar skali ap yang disampaikan oleh sdr Golputer, seseorang menjadi golput bukanlah berarti Golput itu tidak berani, tidak punya sikap dan hal2 lain yang sampai2 berani dikatakan “Orang golput tidak boleh menjadi WNI.”

    Justru sebaliknya, orang yang tidak bisa menerima Golput di negaranya lah yang belum mampu bernegara. Golput sangatlah penting untuk menjadi indikator keberhasilan sebuah negara, semakin banyak Golput seharusnya pemerintah sadar bahwa ada yang kurang dengan pelaksanaan pemerintahan mereka. Jika mau mengurangi golput yah jangan dengan paksaan argumentasi atau persuasi tetapi dengan bukti nyata.

    Tetapi bkan berarti kita harus mendukung Golput dan tidak juga kita boleh memaksa orang untuk tidak Golput, karena kedua hal itu sama buruknya. Biarlah Golput itu memilih sndiri pilihannya dengan pertimbangannya sndiri. Dengan begitu, Golput tetaplah bisa menjadi indikator keberhasilan negara secara valid.

  38. Pingback: ??Golput=golongan putih=netral=pertempuran hati « Kenapa WHY selalu ALWAYS, tetapi BUT tak pernah NEVER??

  39. redaksi says:

    PESAN DARI SURGA BUAT PARA KORUPTOR

    Engkau menuliskan senandung nyanyianmu di atas wajah suci kaummu; lalu engkau membiusku dan perlahan-lahan merampas hartaku… seperti itulah yang dilakukan para koruptor…

    Demikianlah, negara ku kini menduduki peringakat 3 negara terkorup se-Asia Tenggara, dan aku lemas, lunglai tak berdaya di tengah melimpahnya kekayaan kita. Kalbuku mengerang kesakitan, ku meraung kepedihan menahan luka gores sayatan yang menggores batin ini oleh perselingkuhan orang kepercayaan.

    Dulu dalam fahamku, kau ku pilih karena kau orang yang tepat di posisimu, kau pengelola managemen dasyat dari segala kehebatan negeriku. Maka itu ku serahkan tanpa syarat semua kepadamu. Dengan maksud kita bersama-sama menyeberangi tepian bahagia menjadi bangsa bermartabat.

    Tapi kini, rencana janjimu adalah angin lalu, semua ucapan manis mu kau buang di ngarai hampa. Ketahuilah semua kepalsuan yang kau ucapkan, aku tak percaya lagi!! Aku tidak ingin bersama mu di pemilu 2009 mendatang.

    Semalam dua sebelum anggota KPK datang menjemput, aku mempersiapkan sepatah dua patah untuk kusampaikan kepadamu, namun engakau persiapan hanyalah persiapan, aku tak bisa melepas siratan hati karena penjagaan ketat garda polisi.

    Sekarang di antara persidangan hati sekalian, aku katakan kepadamu ” aku akan boikot pemilu tgl 5 april 2009, kami akan golput!!!” agar kau merasakan seperti apa luka yang kau berikan.

    sumber : http://www.asyiknyaduniakita.blogspot.com

  40. donhernand says:

    gini aj y…

    Memilih itu khan HAK bukan Kewajiban. So, kalo hak-nya gak dipake juga gak salah. Kita bisa mengajak bukan men-judge itu benar atau salah.

    Saya juga bakal golput, namun bukan berarti saya tidak mau memilih. Hanya saja yang menjadi pilihan saya tidak ikut dalam daftar. Toh, harapan terletak pada sang calon untuk memperbaiki wilayah yang dipimpinnya. Harapan tidak terpenuhi, masih ada tangan sendiri untuk berkarya.

    Nah, melalui Hak tidak tercapai, khan masih ada kewajiban, lebih tepatnya kewajiban moral/hati nurani. Kewajibannya itu tentunya akan dipertanggungjawabkan. Misalnya, membangun daerah masing2 dengan profesi masing2 tentunya. Bisa dengan membangun perpustakaan umum gratis, sekolah gratis, dan lain sebagainya. Gak ada duit? Ya dicari dunk, masak mengharapkan orang lain.

    Gitu aja kok repot… Mari memulai dengan karya tangan sendiri, jangan berharap orang lain yang akan memenuhi harapan kita.

Leave a reply to udin Cancel reply